V News

CBA Tuding Pajak Reklame di Jakarta Jadi Ajang Bancakan Pejabat

264
×

CBA Tuding Pajak Reklame di Jakarta Jadi Ajang Bancakan Pejabat

Sebarkan artikel ini
Suasana Kota Jakarta. (Foto: istimewa)

Venomena.id – Kepala Satpol PP Jakarta Selatan, Nanto Dwi Subekti dicopot dari jabatannya oleh Kasatpol PP DKI Jakarta, Arifin lantaran diduga terkait reklame videotron bodong alias ilegal. Videotron bodong tersebut berdiri di trotoar Jalan Protokol Jenderal Sudirman.

Direktur Center for Budget Analisis (CBA) Uchok Sky mengatakan, nasib Kasatpol PP Jaksel, Nanto Dwi Subekti ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula.

“Sudah dibebas tugaskan alias dicopot dari jabatannya, Nanto harus menghadapi tim pemeriksaan dari Sekda Pemprov DKI Jakarta. Dan payung hukum pemeriksaan sudah terbit yaitu Pergub nomor 8 tahun 2024 dan SK Sekretaris Daerah DKI Jakarta nomor 11 tahun 2024 Tentang Pembentukan Tim Pemeriksa,” ungkap Uchok dalam keterangannya pada awak media, yang dikutip Selasa 23 Juli 2024.

Dikatakan Uchok, Kasatpol PP Jaksel, Nanto Dwi Subekti sepertinya kurang koordinasi dengan atasan beliau. Pokoknya ada Videotron bodong atau ilegal alias tidak bayar pajak ke kas Pemprov DKI Jakarta, langsung disikat saja sesuai tugas beliau.

Lebih jauh Uchok menambahkan, keberadaan Videotron bodong atau ilegal di wilayah kota Jakarta ini, bukan satu atau dua buah saja. Di Kota Jakarta sendiri dari data, atau hasil laporan dari Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) pada lima wilayah kota Administrasi diketahui bahwa terdapat sebanyak 32 media reklame yang telah terpasang pada tahun 2022 di dalam sarana dan prasarana kota.

Baja juga:  Wakapolda Metro Jaya: Rayakan HPN Kerjasama Dengan Media Adalah Keharusan

Selain itu, di MRT Jakarta ditemukan sebanyak 1.299 iklan reklame yang telah terpasang pada 467 pilar antar stasiun dan under station.

“Semua Iklan reklame ini diduga belum membayar pajak lantaran Tim Penertiban Terpadu Penyelenggaraan Reklame belum melakukan sidang proposal,” terang Uchok.

Ditahun 2022 terdapat 10 permohonan penyelenggaraan reklame dan PT MRTJ yang mengusulkan dan meminta izin kepada BPAD atau Pemprov DKI Jakarta.

“Namun BPAD belum dapat memproses permohonan yang berasal dari 10
perusahaan swasta tersebut, dikarenakan belum ada rekomendasi hasil sidang proposal untuk menetapkan titik reklame yang dapat dilelang,” terang Uchok.

Sejauh ini, Tim penertiban terpadu penyelenggaraan Reklame belum melakukan sidang proposal, karena pada saat itu Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekda mengusulkan revisi atas Pergub nomor 100 Tahun 2021.

“Akibat alasan maupun ulah Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekda DKI Jakarta kondisi Kas daerah kosong dari penerimaan pajak reklame. Pada tahun 2022 Pemprov DKI Jakarta mengalami kerugian negara sekitar Rp 100 Milyar,” bebernya.

Center For Budget Analisis (CBA) mengambil kesimpulan bahwa pemecatan Kasatpol PP Jaksel, Nanto Dwi Subekti diduga hanya dijadikan kambing hitam pejabat untuk menikmati uang iklan reklame agar masuk ke kantor pribadi bukan ke kas daerah APBD.

Baja juga:  Suasana Stasiun Pasar Senen Saat Libur Maulid Nabi Muhammad

Dari analisa CBA Kasatpol PP Jaksel tidak perlu dicopot dari jabatannya, lantaran BPAD bagian dari Tim Penertiban Terpadu Penyelenggaraan Reklame sudah mengirim surat kepada empat pejabat DKI Jakarta agar dilakukan penertiban kepada iklan reklame.

“Tetapi oleh empat pejabat itu, surat tersebut tidak digubris, malahan hanya dijadikan arsip untuk bukti,” tambah Uchok.

Adapun empat pejabat yang sudah menerima surat atau laporan oleh Badan Pengelolaan Aset Daerah (BPAD) yakni Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI, Pj Gubernur DKI Jakarta, dan Nota Dinas Kepala BPAD kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta.

Terkait kisruh antar pejabat ini, Uchok meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera membuka penyelidikan dugaan aliran dana pajak iklan reklame, dan segera memanggil Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono dan Sekda DKI, Joko Agus Setyono. Karena pada tahun 2022 ada dugaan potensi kerugian negara sekitar Rp100 milyar dan harus ada pejabat yang bertanggungjawab.

(rdk/rdk)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *