V News

Geger, Dosen Perempuan Kampus Unisma Bekasi Dapat Perlakukan Pelecehan Seksual Oleh Oknum Yayasan

629
×

Geger, Dosen Perempuan Kampus Unisma Bekasi Dapat Perlakukan Pelecehan Seksual Oleh Oknum Yayasan

Sebarkan artikel ini
Kampus Unisma 45 Kota Bekasi

Venomena.id – Seorang dosen perempuan berinisial AM Universitas Islam 45 (Unisma) trauma berat lantaran mendapat perlakukan pelecehan asusila oleh oknum pengawas Yayasan Pendidikan Islam (YPI) 45.

Perbuatan asusila itu berupa video tak senonoh yang dikirim oleh oknum inisial HR. Atas peristiwa ini pelaku HT telah mengakui perbuatannya, meski berdalih ketidaksengajaan serta sudah meminta maaf.

Pengakuan itu terungkap dengan adanya surat respons dari Ketua YPI 45 yang menanggapi rekomendasi Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) pada 20 Oktober 2024 lalu.

Mirisnya, pihak yayasan hanya memberikan sanksi teguran keras kepada lelaki berusia di atas 60-an tersebut dan meminta tidak mengulangi perbuatannya.

Padahal rekomendasi PPKS menurut AM, memutuskan pelaku diberhentikan, menyusul hasil investigasi membuktikan unsur kesengajaan.

Hasil itu diketahui korban, saat hadir menyaksikan isi putusan saat ditayangkan di layar. “Saya dihadirkan untuk mengetahui putusan,” katanya.

Sayangnya, salinan putusan tak pernah diperoleh. Korban merasa dipersulit mendapatkan dan hingga kini masih terus dikejar.

Menyangkut perbedaan putusan antara rekomendasi PPKS dan yayasan, AM merasa janggal.

Sesuai Permendikbudristek Nomor 30/2021 tentang PPKS di lingkungan perguruan tinggi, penjatuhan sanksi harus sesuai pemeriksaan laporan Satgas PPKS.

Baja juga:  MUI Kota Bekasi: Pemerintah Harus Perhatikan Pondok Pesantren dan Santri

Di pasal lain disebutkan, semakin tinggi jabatan dan wewenang maka, semakin besar sanksi dikenakan.

Diatur juga mengenai bila pemimpin perguruan tinggi tidak memiliki kewenangan menjatuhkan sanksi lantaran jabatan dan wewenang pelaku lebih tinggi, maka, harus dilimpahkan kepada Kemendikbudristek melalui Dirjen Pendidikan Tinggi dan Ristek dan Dirjen Pendidikan Vokasi.

Mirisnya, ia merasa bergulat sendirian menghadapi kasus ini dan mendapat hambatan. Petinggi kampus bahkan pernah meminta tidak meneruskan kasus ini.

Tidak cukup sampai di situ, karena kasus terus bergulir, petinggi itu meminta korban mencabut laporan sebanyak dua kali dengan iming-iming diberikan surat keterangan kerja lantaran mengetahui korban ingin pindah.

Saat dikonfirmasi, Rektor Unisma Dr Amin menjawab normatif dengan mengatakan mekanisme penyelesaian laporan di lingkungan kampus melalui PPKS sudah selesai.

Saat ditanya perihal sanksi tegas dan tetap beraktifitasnya pelaku di kampus, rektor berkelit. “Itu ranah yayasan bukan kewenangan saya,” melalui pesan singkat.

Itu menjadi jawaban terakhir karena setelahnya, rektor sudah tak menjawab lagi kiriman pertanyaan.

Terkait kejanggalan tersebut, korban kemudian menindaklanjuti sampai Kememdikbudristek dan telah mendapat tanggapan positif.

Langkah lain, korban telah melaporkan kasusnya ke Komnas Perlindungan Perempuan dan sudah mendapat respons dengan memberikan pendampingan melalui Lembaga Layanan Perempuan di Kota Bekasi.

Baja juga:  AHY Didesak Berantas Dugaan Mafia Tanah di Proyek Normalisasi Kali Ciliwung

Sekadar informasi, kasus bermula ketika pelaku mengirimkan video porno pada 24 Juli 2024 subuh tepatnya pukul 03.41.

Dua video berisi seorang perempuan mengenakan hijab tanpa busana dan tayangan adegan intim.

Saat melihat kiriman tak pantas itu, pada pukul 06.30, korban menanyakan maksud pelaku mengirim konten tak pantas tersebut dan dijawab pukul 08.01 permintaan mah bahwa ia salah kamar.

Terlepas dari jawaban itu, hal pasti, pelaku diketahui memang mengoleksi video sejenis itu di perangkat komunikasinya.

Korban mempertanyakan adab petinggi yayasan kampus Islam bergelar haji ini. “Mau dibawa kemana calon pemimpin bangsa bila petingginya tak memiliki adab,” sergahnya.

Padahal jelas sekali kampus ini menolak kekerasan pada perempuan dilihat dari postingan video wakil rektor 3 Unisma, perihal Stop Kekerasan pada Perempuan dan Anak serta adanya komitmen bersama dengan Dirjen Dikti Kemendikbud terkait pencegahan dan penanganan kekerasan di Perguruan Tinggi.

Korban mengaku ragu, kegiatan itu serius dilakukan berkaca dari kasusnya dan sebatas pencitraan.

(rdk/rdk)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *