V News

Dugaan Korban Malpraktik RSUD Operasi Caesar Dalam Keadaan Sadar, RSUD: Kami Prosedural, Tidak Sebrutal Itu, Tidak Ada Obat Kedaluwarsa

33
×

Dugaan Korban Malpraktik RSUD Operasi Caesar Dalam Keadaan Sadar, RSUD: Kami Prosedural, Tidak Sebrutal Itu, Tidak Ada Obat Kedaluwarsa

Sebarkan artikel ini

Venomena.id – Ratih Raynada (30), ibu empat anak asal Kelurahan Padurenan, Mustika Jaya, Kota Bekasi, mengalami kelumpuhan total setelah menjalani operasi caesar di RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid, Kota Bekasi, pada September 2024. Ia diduga menjadi korban malpraktik medis. Yang mengejutkan, Ratih mengaku masih sadar dan merasakan sakit luar biasa saat perutnya disayat dalam proses persalinan anak keempatnya.

Dalam kesaksiannya, Ratih menyebut bius yang diberikan tidak berfungsi. “Saya masih sadar waktu disayat. Saya teriak-teriak karena sakit, tapi dokter hanya bilang ‘angkat kaki’. Disuntik bius berulang kali tetap terasa, rasanya seperti mau mati,” ujar Ratih lirih.

Ratih datang ke rumah sakit dalam kondisi sehat dan tanpa riwayat penyakit. Ia bahkan berjalan kaki sendiri menuju ruang bersalin. Namun setelah operasi, ia mengalami kelumpuhan dan kini hanya bisa terbaring lemah di rumah.

Menanggapi tuduhan tersebut, pihak RSUD Kota Bekasi membantah telah melakukan tindakan di luar prosedur medis. Ketua Komite Medis RSUD Kota Bekasi, Dr. Riza M. Nasution, Sp.B, menegaskan bahwa seluruh tindakan yang dilakukan terhadap pasien telah sesuai dengan standar operasional yang berlaku.

Baja juga:  Mobil Pikap Adu Banteng dengan Dua Pemotor di Bekasi

“Kami melihat kembali semua prosedur dan SOP. Kami lakukan audit internal dengan memeriksa satu per satu data rekam medis. Pasien datang dalam kondisi emergensi dengan indikasi gawat janin yang mengancam keselamatan ibu dan bayi. Operasi caesar saat itu adalah tindakan medis yang tepat,” jelas Dr. Riza dalam keterangannya, Selasa (1/7).

Terkait dugaan penggunaan obat kedaluwarsa atau tidak sesuai, Dr. Riza menyebut bahwa sistem manajemen obat di RSUD sudah digital dan dapat ditelusuri secara akurat. “Obat-obatan kami tercatat secara komputerisasi. Untuk obat psikotropika, kami laporkan langsung ke Komite Bersama Keamanan Sediaan Farmasi (KBKS). Semuanya bisa dilacak lewat barcode. Tidak ada obat yang sudah kedaluwarsa minimal tiga bulan ke belakang,” tegasnya.

Baja juga:  Peringatan Maulid Nabi, Sebagai Pintu Merajut Kebersamaan Berbangsa dan Bernegara

Terkait pengakuan pasien yang merasakan sakit saat operasi, pihak RSUD menyebut telah terjadi perbedaan persepsi dalam penilaian efek anestesi. Dr. Riza menjelaskan bahwa saat dilakukan uji cubit salah satu metode untuk mengecek efek bius pasien tidak menunjukkan respon nyeri, sehingga dianggap siap untuk tindakan.

“Namun saat pembedahan dimulai, ternyata di bagian bawah tubuh pasien belum sepenuhnya mati rasa. Dokter yang bertugas langsung menghentikan tindakan dan meminta anestesi umum dilakukan. Prosedurnya tetap berjalan sesuai standar. Kami tegaskan, kami tidak melakukan tindakan medis secara brutal. Ini rumah sakit, bukan tempat menyakiti orang,” ujarnya.

Pihak rumah sakit juga menyatakan siap memberikan seluruh data medis kepada otoritas kesehatan atau hukum bila diperlukan untuk penyelidikan lebih lanjut. Mereka berharap kasus ini tidak dipahami secara sepihak dan menegaskan komitmen mereka untuk tetap profesional dan transparan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *