Venomena.id – Delapan tahun lamanya dugaan ajaran menyimpang “Umi Cinta” berjalan leluasa di Perumahan Dukuh Zamrud, Kelurahan Cimuning, Kecamatan Mustikajaya, Kota Bekasi. Kegiatan yang rutin digelar di rumah berinisial PY ini tak pernah mengantongi izin lingkungan, namun baru kini Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Bekasi turun tangan.
Puncak kemarahan warga pecah pada Minggu (10/8) lalu. Ratusan orang menggeruduk rumah PY saat pengajian tengah berlangsung. Spanduk penolakan bertanda tangan warga terbentang di gerbang perumahan, berisi tuntutan penutupan total. “Dari awal tidak ada izin RT/RW. Jamaah dari luar banyak, parkir semrawut, bikin macet,” tegas tokoh agama setempat AB (54).
Praktik Tertutup dan Pungutan Tinggi
Dugaan penyimpangan mengemuka setelah mantan anggota membongkar praktik di dalam kelompok, termasuk janji “masuk surga” bagi jamaah yang membayar infak Rp 1 juta. Ustaz Abdul Halim mengungkap, setiap kehadiran dikenai pungutan Rp 100 ribu per orang. “Kalau suami-istri Rp 200 ribu. Kalau bawa dua anak bisa sampai Rp 400 ribu sekali datang,” ujarnya.
Warga juga mengeluhkan perilaku anggota yang berubah drastis. Ada istri yang menantang suami hingga ancam cerai, anak yang tak lagi patuh pada orang tua, serta laki-laki dan perempuan bercampur dalam satu ruangan tanpa pembatas. Beberapa perempuan bahkan disebut melepas hijab setelah ikut kelompok itu.
Rapat Darurat, Langkah Terlambat
Baru setelah aksi warga viral, Kesbangpol Kota Bekasi menggelar rapat koordinasi tertutup, Rabu (13/8). Hadir unsur Polres Metro Bekasi Kota, Kodim, Koramil, Ketua MUI Kota Bekasi, FKUB, Kemenag, Kabag Kesra, Kejari, tokoh masyarakat, dan ketua RW.
Kepala Badan Kesbangpol Kota Bekasi, Nesan Sudjana, mengakui rapat ini membahas laporan warga tentang kegiatan keagamaan tanpa izin. “Besok kami jadwalkan menghadirkan Ibu PY untuk klarifikasi dan pendalaman. Isu seperti ‘surga Rp 1 juta’ harus dikonfirmasi sumbernya agar tidak menimbulkan fitnah,” ujarnya, Rabu (13/8).
Nesan menegaskan, bila terbukti ada pelanggaran akidah atau hukum, penindakan akan dilakukan tegas. Namun ia mengingatkan, kegiatan apapun tetap harus mematuhi prosedur perizinan sesuai Perwal No. 16 Tahun 2020.
Kesbangpol juga menyoroti penggunaan rumah tinggal sebagai lokasi kegiatan yang mengundang banyak orang. “Pengajian sebaiknya di tempat yang semestinya, bukan rumah tinggal,” tambah Nesan.
Warga Tak Mau Lagi Toleransi
Meski pemerintah daerah mulai bergerak, warga menilai respons ini telat. “Delapan tahun dibiarkan, sekarang baru rapat. Kalau perlu kami aksi lagi dan lebih besar,” tegas salah satu warga. Yang tak mau disebutkan namanya dan turut mendampingi rapat.