Venomena.id – Pernah disebut sebagai wajah baru transportasi publik Bekasi, kini sepuluh halte bus berkonsep smart dan modern justru tampak lusuh, kotor, bahkan sebagian tak lagi berfungsi. Padahal, proyek yang menelan anggaran hingga Rp1,6 miliar baru rampung setahun lalu.
Pantauan di beberapa titik seperti Jalan Jenderal Sudirman, Cut Meutia, dan Chairil Anwar, banyak halte tampak berkarat, colokan daya ponsel mati, kursi hilang, panel pelindung copot, hingga bagian dalam dipenuhi debu dan sampah. Ironisnya, ada pula halte yang malah dijadikan tempat berjualan.
“Dulunya waktu baru jadi masih bagus, semua colokan bisa dipakai. Tapi sekarang entah sejak kapan rusak, udah enggak berfungsi,” keluh Mardiantoro, pengemudi ojek online yang biasa mangkal di Halte Cut Meutia, Selasa (21/10).
Menurutnya, keberadaan fasilitas pengisi daya di halte sangat membantu, terutama bagi warga yang kehabisan baterai di jalan.
“Sangat membantu, orang bisa duduk, isi daya, sambil nunggu kendaraan. Sekarang malah mati semua,” katanya.
Terbengkalai, Sayang Uangnya
Hal senada disampaikan Ibnu, pengemudi ojek online lain yang sering melintas di kawasan Halte Smart Chairil Anwar. Ia mengaku miris melihat kondisi halte yang kini seolah tak lagi punya manfaat.
“Terbengkalai, kayak nggak ada manfaatnya berarti ya,” ujarnya sambil menunjuk halte di dekat tempatnya biasa menunggu penumpang.
“Mas tahu nggak, anggarannya ratusan juta loh. Sayang banget. Mending uang segitu buat bantu rakyat kecil daripada bangun ginian,” lanjutnya.
Ibnu menilai, halte-halte itu jarang dipakai warga. “Jarang ada yang duduk atau nunggu di situ. Harapannya sih dibenerin, atau kalau enggak, ya dibongkar aja biar ada fungsinya,” katanya.
Konsep Canggih, Nasib Tragis
Kepala Dinas Perhubungan Kota Bekasi, Zeno Bachtiar, sebelumnya menjelaskan bahwa halte-halte tersebut dibangun dengan konsep smart halte yang dilengkapi CCTV, Wi-Fi, USB charger, papan informasi, GPS tracking, serta terhubung ke sistem pemantauan lalu lintas (Area Traffic Control System).
“Calon penumpang bisa memantau posisi bus secara real time dan memesan tiket secara daring,” kata Zeno dalam keterangannya.
Sepuluh halte itu tersebar di lima titik di Jalan Cut Meutia, satu di Jalan Sersan Aswan, dua di Jalan Chairil Anwar, dan dua di Jalan Jenderal Sudirman. Nilai kontraknya bervariasi, mulai Rp133 juta hingga Rp178 juta per halte.
Namun, di lapangan, banyak fasilitas yang sudah rusak. Bahkan, salah satu halte di depan SMPN 2 Kota Bekasi berdiri menjorok ke jalur pedestrian sehingga pejalan kaki harus turun ke badan jalan untuk melintas.
Simbol Modernisasi yang Keburu Loyo
Di media sosial, keluhan warga ramai bermunculan. Akun Instagram @bekasi.terkini menyebut halte-halte itu simbol modernisasi yang keburu loyo.
“Dua halte rusak, satu dipakai jualan, sisanya kotor dan enggak terawat,” tulis akun tersebut.
Nurpini, warga Bekasi Timur, juga mengaku kecewa. “Halte itu kan fasilitas umum, harusnya dijaga dan dirawat. Pemerintah juga jangan tutup mata. Kalau ada yang menyalahgunakan, ya ditindak,” ujarnya.
Ia menambahkan, halte yang tidak nyaman membuat warga enggan naik transportasi umum. “Kalau kursinya rusak, tempatnya kotor, ya orang mending naik motor lagi. Sayang banget, padahal niatnya bagus,” tandasnya.
Sementara Dinas Perhubungan Kota Bekasi selaku pengelola halte smart, maupun Kepala Dinas Perhubungan Kota Bekasi, Zeno Bachtiar, belum memberikan keterangan resmi terkait hal ini dan tidak menjawab saat dihubungi via seluler oleh awak media.