Venomena.id – Wacana realisasi program Rp100 juta per RW yang dijanjikan Wali Kota Bekasi Tri Adhianto melalui APBD Perubahan 2025 menuai sorotan tajam dari legislatif. Anggota Komisi III DPRD Kota Bekasi Fraksi PAN, Dr. H. Abdul Muin Hafied, menyebut program tersebut berisiko dipaksakan tanpa perencanaan yang matang dan payung hukum yang jelas.
“Pertama, sangat kita sayangkan. Ini terjadi di masa transisi antara wali kota sebelumnya dengan yang baru, padahal seharusnya pembangunan itu berjalan berdasarkan sistem, bukan figur. Siapa pun kepala daerahnya, program daerah harus berjalan sesuai hasil paripurna antara legislatif dan eksekutif,” ujar Abdul Muin saat ditemui usai rapat pembahasan RPJMD, Selasa (24/6).
Ia mempertanyakan dasar pelaksanaan program yang akan menggunakan dana dari APBD Perubahan 2025. Pasalnya, sejak 2024 sudah dilakukan pengukuran dan perencanaan awal, namun hingga kini belum ada realisasi dari pihak eksekutif.
“Kalau masyarakat mulai kecewa, itu wajar. Prosesnya belum berjalan, padahal kita sudah masuk triwulan ketiga. Biasanya program fisik sudah mulai pada bulan Maret, sekarang sudah hampir Juli,” tegasnya.
Program 100 juta per RW sendiri bukan berbentuk dana hibah, melainkan kegiatan infrastruktur, yang jenisnya disesuaikan kebutuhan masing-masing RW bisa pembangunan kantor RW, jalan lingkungan, saluran air, dan sebagainya.
Namun, menurut Abdul Muin, persoalan utamanya bukan hanya pada jenis kegiatan, tetapi pada aspek legalitas dan waktu pelaksanaan.
“RPJMD-nya saja baru kita bahas. Kalau program ini dimasukkan ke APBD Perubahan tanpa dasar hukum yang kuat, justru bisa jadi blunder. Harus ada kajian mendalam dan landasan yuridis yang jelas,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa semua kegiatan pembangunan harus melalui tender umum, bukan lagi penunjukan langsung, sehingga membutuhkan waktu proses yang tidak singkat. Sementara waktu pelaksanaan tahun anggaran tersisa hanya sekitar lima bulan lagi.
“Juli, Agustus, September, Oktober, November. Apakah realistis semua RW bisa mengelola kegiatan dengan nilai Rp100 juta dalam waktu sesingkat itu?” ucapnya retoris.
Abdul Muin yang jua pernah menjabat sebagai Ketua RW selama 13 tahun juga mengingatkan bahwa kesepakatan penggunaan dana harus melibatkan RT dan RW agar tidak menimbulkan konflik atau kebingungan di tingkat bawah.
“Programnya bagus, tapi kalau dipaksakan, bisa menimbulkan ketidakteraturan di lapangan. Jangan sampai program baik justru jadi masalah karena tidak siap,” tandasnya.
Ia juga menambahkan bahwa anggota DPRD periode 2025–2030 baru akan dilantik dan mulai aktif di APBD 2026, sehingga pelaksanaan program dengan skema perubahan APBD 2025 justru bisa menjadi beban pemerintahan baru.
“Atas nama Fraksi PAN, saya minta agar Wali Kota Bekasi betul-betul mengkaji ulang program ini secara komprehensif baik dari sisi regulasi, teknis, maupun waktu pelaksanaan,” pungkasnya.