Venomena.id – Ratih Raynada (30), seorang ibu empat anak asal Kelurahan Padurenan, Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi, kini hanya bisa terbaring lemah. Setelah menjalani operasi caesar di RSUD Kota Bekasi pada September 2024, ia mengalami kelumpuhan total. Diduga kuat, kondisi tragis ini akibat malpraktik medis.
Ironisnya, bukan hanya kehilangan kesehatan, Ratih juga kehilangan pekerjaan dan ditinggalkan suami. Sejak Februari 2025, ia hidup terpisah dari pasangannya yang pergi setelah tahu Ratih lumpuh. Kini, ia tinggal menumpang di rumah orang tuanya dan bergantung sepenuhnya pada sang ayah, Razif Pribudi (64).
“Saya dulu kerja, sehat, mandiri. Hamil anak keempat pun masih kerja. Tapi sejak operasi itu, hidup saya berubah total. Saya lumpuh, kehilangan semua,” ujar Ratih, dengan suara pelan.
“Saya Dioperasi Dalam Keadaan Sadar”
Ratih mengaku menjalani proses operasi caesar dengan kondisi bius yang tidak bekerja. Ia merasakan nyeri luar biasa saat disayat pisau bedah, namun keluhannya diabaikan.
“Saya masih sadar. Saya teriak-teriak minta tolong karena sakit, tapi dokter cuma bilang, ‘angkat kaki’. Biusnya disuntik berkali-kali, tetap terasa. Saya merasa seperti mau mati,” ceritanya.
Pascaoperasi, tubuh Ratih makin melemah. Dokter hanya menyebut itu sebagai efek obat bius. Namun setelah berbulan-bulan, ia tetap tidak bisa berjalan. Pemeriksaan lanjutan menunjukkan kerusakan serius pada tulang belakangnya. Dokter menyarankan pemasangan pen.
“Saya takut, tapi dokter bilang kalau tidak dipasang pen, saya bisa lumpuh total. Akhirnya saya setuju, tapi setelah pen dipasang, bukannya membaik malah makin parah. Sekarang duduk pun sakit,” tambahnya.
Penanganan Tidak Konsisten, Diagnosa Berubah-Ubah
Ratih mengaku penanganan di RSUD Kota Bekasi membingungkan. Dokter yang menangani operasi berbeda dengan dokter yang melakukan kontrol pascaoperasi. Konsultasi pun tak pernah mendapat jawaban yang jelas.
“Dokter Rudi yang operasi, tapi kontrolnya orang lain. Pas pen dicabut juga beda lagi. Saya bingung harus tanya ke siapa. Semua tanggung jawab saling lempar,” keluhnya.
Menurut keluarga, sejak operasi hingga kini, diagnosa dari pihak rumah sakit terus berubah-ubah: TB tulang, saraf terputus, bahkan sempat disebut komplikasi gula darah.
“Awalnya cuma kaki yang sakit. Tapi setelah dipasang pen, seluruh badan saya sakit. Awalnya masih bisa duduk, sekarang miring saja sakit. Rumah sakit seperti main tebak-tebakan diagnosa,” kata Ratih.
Kehidupan Hancur, Anak-Anak Terabaikan
Ratih tak bisa lagi bekerja. Suaminya meninggalkan keluarga sejak dirinya lumpuh, dan anak-anaknya mulai putus sekolah karena tidak ada yang bisa menafkahi.
“Sejak Februari suami saya pergi. Anak-anak harus berhenti sekolah. Saya nggak bisa ngurus mereka. Saya cuma ingin sembuh, bisa kerja, dan jadi ibu lagi buat anak-anak saya,” ucap Ratih dengan mata berkaca.
Ayah Ratih, Pak Razif, kini menjadi satu-satunya penopang. Ia mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan harian cucu-cucunya.
“Anak saya dulu datang sehat ke rumah sakit, sekarang pulang lumpuh. Kami rakyat kecil cuma bisa minta keadilan. Hidup kami susah sekarang,” ujar Razif penuh harap.
Harapan Keadilan
Ratih dan keluarganya sudah beberapa kali meminta penjelasan langsung dari dokter, terutama dari dr. Christopher dan dr. Rudi yang disebut terlibat dalam operasi. Namun upaya itu tak kunjung membuahkan hasil.
“Saya ingin bertemu langsung dengan dokter yang operasi. Mau tanya, kenapa bisa begini? Apa benar karena TB? Apa benar saraf saya putus? Sampai sekarang, semuanya samar,” ujar Ratih.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, pihak RSUD Kota Bekasi belum memberikan keterangan resmi terkait kondisi Ratih dan dugaan malpraktik yang dilaporkan oleh keluarga.
“Kami tidak ingin memperpanjang, kami hanya ingin kebenaran dan pertanggungjawaban. Supaya tidak ada lagi korban seperti anak saya,” tutur Razif.
Kini, di tengah kondisi tubuh yang semakin lemah dan masa depan yang tak menentu, Ratih hanya bisa berharap satu hal, “Saya ingin sembuh. Bisa jalan lagi. Bisa kerja lagi. Dan bisa kembali hidup seperti dulu,” pungkasnya.