V Edu

Feature Keimita Tak Lolos SMP Negeri: Antara Mimpi, Domisili, dan Birokrasi

50
×

Feature Keimita Tak Lolos SMP Negeri: Antara Mimpi, Domisili, dan Birokrasi

Sebarkan artikel ini

Venomena.id – Ketika harapan Keimita Ayuni Putri Aiman, siswi SD berprestasi asal Bantargebang, gagal terwujud karena ditolak masuk SMP Negeri di Kota Bekasi, publik pun bersuara. Video dirinya yang mengungkap kekecewaan dengan lirih langsung viral di media sosial, memantik simpati dan pertanyaan publik tentang keadilan dalam sistem penerimaan siswa baru.

Namun, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bekasi tak tinggal diam. Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Dinas Pendidikan, Alexander, memberikan penjelasan resmi terkait status Keimita. Menurutnya, penolakan sistem terhadap pendaftaran Keimita bukan karena masalah prestasi atau ekonomi, melainkan faktor administratif terkait domisili.

“Keimita bukan warga Kota Bekasi. Ia tercatat sebagai penduduk Desa Taman Rahayu, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi. Maka secara sistem, ia tidak memenuhi syarat untuk mendaftar jalur reguler di Kota Bekasi,” ujar Alexander, Rabu (9/7).

Ia menjelaskan, sesuai Petunjuk Teknis SPMB yang ditetapkan oleh Wali Kota Bekasi, calon siswa dengan domisili luar kota hanya bisa mendaftar melalui jalur mutasi yakni perpindahan tugas orang tua atau wilayah perbatasan yang ditetapkan. Karena Keimita tidak mendaftar lewat jalur tersebut, sistem secara otomatis menolak pengajuan pendaftarannya.

Baja juga:  Viral Dugaan Pemberian Gratifikasi Perhiasan Pada Guru SDN Jakarta Timur, Plt Disdik Akan Tindak Tegas

Beasiswa, Tapi Hanya untuk Warga Kota

Alexander juga menambahkan bahwa Pemerintah Kota Bekasi sebenarnya menyediakan solusi alternatif berupa beasiswa pendidikan bagi siswa dari keluarga tidak mampu. Besarannya Rp250.000 per bulan, ditujukan untuk mereka yang harus melanjutkan sekolah di SMP swasta.

Namun, kembali lagi, beasiswa itu pun hanya berlaku untuk siswa berdomisili Kota Bekasi. Maka, Keimita kembali terganjal oleh status alamatnya.

Prosedur Sudah Dijalankan, Tapi Publik Masih Bertanya

Pihak SDN Sumur Batu I, tempat Keimita menimba ilmu, menyatakan bahwa proses seleksi sudah berjalan sesuai petunjuk teknis. Pihak sekolah bahkan telah menemui orang tua Keimita untuk memberi penjelasan.

Namun publik terlanjur menaruh simpati pada Keimita. Bagi banyak orang, Keimita adalah simbol dari anak-anak berprestasi dari keluarga miskin yang masih terganjal birokrasi meskipun ia tinggal dan bersekolah di Bekasi, tetapi tak dianggap resmi sebagai warga kota.

Suara Warga: Pendidikan Harusnya Mengatasi Batas, Bukan Terbentur Data

Di tengah polemik ini, muncul desakan dari masyarakat agar kebijakan penerimaan siswa baru lebih inklusif. Banyak yang menilai bahwa sistem masih terlalu kaku, tanpa ruang diskresi bagi kasus-kasus khusus seperti Keimita.

Baja juga:  Geger, Bocor Rekaman Dugaan Jual Beli Jabatan Kepsek, Mantan Kadisdik Kota Bekasi Diduga Turut Terlibat

“Keimita ini sekolah di Kota Bekasi, tumbuh dan hidup di lingkungan sini. Masa karena beda kartu keluarga, dia kehilangan hak pendidikan?” komentar seorang warga di media sosial.

Anggota DPRD Jawa Barat, Ronny Hermawan, bahkan menegaskan bahwa pendidikan bukan semata soal administratif. “Pendidikan adalah hak konstitusional anak bangsa. Bukan sekadar pelayanan publik yang terbatasi oleh KTP atau domisili,” tegasnya via seluler, Rabu (9/7).

Sistem Boleh Ketat, Tapi Jangan Kehilangan Nurani

Kisah Keimita menggugah banyak hati. Di tengah upaya pemerintah menciptakan sistem penerimaan yang adil dan transparan, muncul pertanyaan besar, di mana ruang empati ketika aturan melupakan konteks?

Kini, masyarakat menunggu langkah konkret dari pemerintah daerah baik Kota maupun Kabupaten Bekasi untuk memastikan bahwa mimpi anak-anak seperti Keimita tak kandas hanya karena selembar dokumen.

Karena sejatinya, pendidikan seharusnya menjangkau siapa saja, bukan menyaring berdasarkan garis administratif yang kaku.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *