HeadlineV News

Aznil Tan: Peraturan Polisi No 10 Tahun 2025 Merusak Tata Kelola Negara

48
×

Aznil Tan: Peraturan Polisi No 10 Tahun 2025 Merusak Tata Kelola Negara

Sebarkan artikel ini
Direktur Executive Migrant Watch Aznil Tan.

Venomena.id – Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2025 dinilai sejumlah kalangan bukan sekadar persoalan hukum, melainkan masalah serius dalam tata kelola negara.

Hal ini diungkap oleh Aznil Tan, aktivis 98 dan juga tokoh pengamat kebijakan, menurutnya kebijakan tersebut menunjukkan kecenderungan pengelolaan negara yang menyimpang dari prinsip Good Public Governance (GPG), terutama dalam hal pembatasan kekuasaan, akuntabilitas, dan supremasi hukum.

“Dalam negara demokrasi, hukum adalah pagar pembatas kekuasaan. Ketika aturan internal institusi digunakan untuk menyiasati putusan Mahkamah Konstitusi, maka yang dilanggar bukan hanya hukum, tetapi juga merusak tata kelola negara, good governance,” ujar Aznil pada awak media, di Jakarta, Jumat 19 Desember 2025.

Ia menegaskan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, serta tidak dapat dimodifikasi melalui peraturan internal seperti Peraturan Kepolisian.

Baja juga:  Wacana Pencabutan Moratorium, Migrant Watch Ingatkan Menteri P2MI Jangan Hanya Karena Titipan

“Dari perspektif tata kelola, Perpol hanya mengatur urusan internal kepolisian dan tidak memiliki mandat lintas kementerian maupun kewenangan konstitusional,” jelasnya.

Aktivis 98 ini menyampaikan, jika diuji menggunakan prinsip TARIF—Transparansi, Akuntabilitas, Responsibility, Independensi, dan Fairness—kebijakan tersebut menunjukkan kelemahan mendasar.

“Transparansi lemah karena tidak ada penjelasan terbuka soal dasar hukum dan kebutuhan kebijakan. Akuntabilitas kabur akibat potensi dual loyalitas aparat aktif di jabatan sipil. Dari sisi tanggung jawab negara, kebijakan ini justru menunjukkan kegagalan membangun birokrasi sipil yang profesional,” katanya.

Ia juga menyoroti aspek independensi dan keadilan. Menurutnya, penempatan aparat penegak hukum aktif di ruang administrasi sipil berisiko menciptakan konflik kepentingan, sekaligus merusak prinsip meritokrasi dalam sistem aparatur sipil negara.

Baja juga:  Berprestasi dan Kaya Pengalaman, Bapillu Yakin Tri Adhianto Dapat Rekomendasi Maju Cawalkot Bekasi

“Dalam praktik internasional, negara demokrasi mapan justru menjaga pemisahan tegas antara aparat keamanan dan jabatan sipil. Ini adalah standar tata kelola, bukan pilihan politik,” tambahnya.

Lebih lanjut, Aznil menegaskan bahwa kritik terhadap Perpol 10/2025 tidak boleh dipahami sebagai sikap anti-kepolisian. Sebaliknya, kritik ini bertujuan menjaga profesionalisme Polri agar tetap berada dalam koridor konstitusi dan prinsip negara hukum.

“Negara tidak boleh dikelola dengan logika aparat. Kepolisian harus tunduk pada konstitusi, bukan sebaliknya. Jika prinsip tata kelola diabaikan, negara berisiko bergeser dari negara hukum menjadi negara yang dikelola oleh kekuasaan administratif,” pungkas Aznil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *