Venomena.id – Musyawarah Nasional (Munas) ke-VII Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) menuai berbagai polemik.
Terkait hal ini, Majelis Pertimbangan PC IKA PMII Jakarta Utara, sahabat Wahyuono angkat bicara terkait polemik situasi nasional yang terjadi paska Munas.
Menurut Wahyuono, bahwa IKA PMII dibentuk dan diawali dari Forum Komunikasi dan Silaturahmi Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (FOKSIKA).
“Keinginan bersama untuk memperkuat pondasi perkumpulan alumni PMII. Forum tersebut untuk merangkul dan membangun bersama yang bertujuan berbuat dan berkontribusi untuk negara,” ujar Wahyuono melalui keterangan resmi pada awak media, Selasa 25 Februari 2025.
Dikatakan Wahyuono, perjalanan 7 kali Munas, tentunya tidak mudah. Utamanya dalam pembentukan wilayah dan cabang. Tidak bisa dipungkiri di era kepemimpinan mas Ahmad Muqowam, berhasil mengeluarkan Surat Keputusan (SK) dan menggelar pelantikan, termasuk IKA PMII DKI Jakarta.
“Gagasan pelaksanaan Munas ke- VII yang diawali dengan launching di TVRI. Lalu rangkaian Pra Munas mulai dari Kalimantan, Jakarta, Jawa Tengah, hingga berbagai daerah lainnya melibatkan banyak elemen, unsur dengan tujuan inti yakni membesarkan dan memposisikan IKA PMII di kancah Nasional di mata Negara,” ungkap Wahyu.
Wahyu memaparkan, dinamisasi dan dialektika yang terjadi saat prosesi Munas ke-VII IKA PMII adalah hal yang biasa, karena diisi oleh para kaum intelektual yang dahulunya adalah macan-macan forum. Namun, terkoyak ketika ada situasi penghentian dengan dalil yang tidak pas dan tidak memiliki landasan organisasi.
“Dari sudut pandang organisasi, mekanisme penghentian kegiatan pada saat penentuan bakal calon dan sterilisasi peserta yang memiliki suara dan dihentikan oleh seorang Ketua PB IKA PMII yang telah selesai melakukan laporan pertanggungjawaban dan yang telah selesai masa kepengurusan,” tegas Wahyu lagi
Dalam pandangannya, Wahyuono membeberkan, secara fakta terdapat pimpinan sidang yakni mas Satro (Ngatawi al-Zastrouw) yang melakukan pending 1×15 menit. Tentunya penghentian ini tidak sesuai mekanisme.
Wahyuono melanjutkan, ketika kehendak tertinggi dalam Munas ke-VII menghendaki dilanjutkannya kegiatan Munas yakni sterilisasi dan penetapan bakal calon adalah legitimasi. Di mana kepesertaan terlegitimasi berjumlah 189 peserta, baik tingkat wilayah dan cabang. Karena pemilik tertinggi IKA PMII adalah wilayah dan cabang, maka idealnya hasil Munas adalah legitimasi.
“Namun situasi yang lain adalah opini. Ketika ada yang tidak sesuai keinginan karna tidak berhasil dalam bursa pencalonan menganggap Munas belum selesai dan menganggap ada kekisruhan dan perpecahan. Jikalau dini hari kemarin ketua umum dan pimpinan sidang datang dan mencabut pending tentu jalan ceritanya berbeda, sehingga kami melihatnya ini ada kecenderungan kesengajaan,” imbuhnya.
Dalam agenda besar tersebut Wahyuono menggambarkan, di tengah gelutan ikan lele, muncul ikan lele lain yang ikut meramaikan situasi ini dengan mendengungkan nama lain yakni alumni muda yang kalo dipikir basisnya sama aja. Yakni semua yang sudah tidak lagi berkhidmat di PMII.
Wahyuono berpesan, terkait gagasan baru yang hadir ditengah situasi Munas amatlah tidak bijak. Hal ini tentunya semakin memperburuk situasi dan bukan memberi jalan keluar. Namun, menjadi sah saja ketika tidak berusaha hadir ditengah situasi saat ini. Hadirnya IKA KOPRI tidak karna situasi saat ini.
“Maka amatlah disayangkan ketika para pemangku jabatan yang memiliki kekuasaan ikut-ikutan menambah ruwet situasi. Karena dasarnya merekalah yang membentuk FOKSIKA, membentuk IKA PMII,” tegasnya lagi.
Wahyuono tak ingin bermunculan sikap merusak dengan membentuk situasi baru. alangkah bijak dan baiknya seluruh majelis pertimbangan baik skala DKI Jakarta dan nasional dapat berkumpul untuk menyelesaikan masalah ini, itulah guna dari majelis pertimbangan.
“Cobalah bijak. Selesaikan terlebih dahulu kesalahpahaman di Munas agar semua bisa legowo dan IKA PMII Bersatu kembali”, tutup Wahyuono.