V News

Skandal Lahan Tanah Tol Jatikarya Bekasi

377
×

Skandal Lahan Tanah Tol Jatikarya Bekasi

Sebarkan artikel ini
Ahli waris menunjukkan bukti-bukti dokumen kepemilikan yang sah atas lahan Jatikarya yang dijadikan Tol Cimanggis-Cibitung. (Megapolitan.id/Dok)

MEGAPOLITAN.ID – Uang konsinyasi sebesar Rp 218 miliar untuk ahli waris warga Jatikarya, Kota Bekasi, yang lahannya menjadi bagian Tol Cimanggis-Cibitung (Cimaci), masih belum dibayarkan.

Padahal Kementerian PUPR sudah membayar secara sukarela kepada Pengadilan Negeri (PN) Bekasi sesuai dengan penetapan No.20/Eks.G/2021/PN.bks tanggal 2 Juni 2021 jo Berita Acara Teguran/Aanmaning tanggal 15 Juni 2021 dan 22 Juni 2021.

beriklan bersama kami
berkembang bersama kami

Diketahui ada tujuh termohon yang gugatannya dikabulkan, baik di putusan PN, Pengadilan Tinggi sampai tingkat Mahkamah Agung (MA), bahkan hingga peninjauan kembali (PK) 2.

“Ada tujuh pihak termohon dari Kementerian PUPR, salah satunya ahli waris Nyai Dewi binti Botak sesuai dengan surat penawaran yang dikeluarkan oleh PN Bekasi yang disampaikan dari pejabat PN Bekasi itu sendiri, Bapak Miskah, sebagai salah satu ahli waris,” kata pihak ahli waris Nyai Dewi binti Botak, Mulyadi, Sabtu (26/8/2023).

“Kami melakukan dua gugatan, PTUN sampai dengan tingkat upaya luar biasa PK dan dimenangkan oleh pihak kami serta sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Begitu juga dengan PN Bekasi. Dalam artian sudah keluar juga aanmaning untuk ahli waris ibunya Dewi binti Botak,” paparnya.

Meski sudah memenangkan gugatan, namun sampai saat ini pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bekasi masih belum mengeluarkan surat rekomendasi sebagai syarat pencairan ganti rugi kepada ahli waris.

Mulyadi menyebut, pihak BPN Kota Bekasi sengaja memberi tiga persyaratan dari Kementerian PUPR untuk pencairan. Salah satunya adalah terdapat kesepakatan penyelesaian (dading) atau musyawarah dari para termohon.

Baja juga:  Dipergoki Warga, Maling Motor Dihakimi Massa di Bekasi

“Kami sebagai pemenang atas gugatan dari tiga instansi, yaitu Kakanwil BPN Bandung, Kepala kantor BPN Kabupaten Bekasi yang sekarang menjadi bagian Kota Bekasi dan Departemen Pertahanan (Dephan). Jadi kalau kami melakukan upaya dading, hal yang tidak mungkin antara sipil dengan lembaga,” jelasnya.

Syarat kedua, lanjut Mulyadi, adalah salah satu pihak sudah memenangkan perkara dan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

Sedangkan syarat ketiga adalah surat pengantar dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) Kota Bekasi, yaitu Kepala Kantor ATR BPN Kota Bekasi.

“Yang kami diarahkan justru dari dua syarat yang kami tempuh, kami dialihkan oleh kepala kantor adalah untuk melakukan pembatalan SK sertifikat hak pakai nomor satu Jatikarya atas nama Dephan,” tegas Mulyadi.

Pihaknya menilai syarat yang diberikan bukan yang diajukan oleh pihak pemohon sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh PN Kota Bekasi.

“Jadi saya berharap Ketua BPN Kota Bekasi dapat mengabulkan permohonan kami. Bila ada pihak-pihak lain pun dari tujuh termohon, silahkan diverifikasi. Karena yang namanya instansi ada biro hukumnya, apalagi pengadilan. Siapa yang paling berhak dan benar memenuhi unsur dari segala hukum yang berlaku di negara kita,” jelasnya.

Mulyadi juga menyayangkan adanya pihak-pihak yang mengaku sebagai ahli waris dengan ikut-ikutan berdemo. Salah satu yang paling tersohor adalah ahli waris Candu bin Godo yang sempat berkonflik dengan TNI.

Baja juga:  Aksi Tuntut Pj Wali Kota Bekasi Jangan Bikin Gaduh Terus Disuarakan Mahasiswa

Mulyadi menegaskan, pembuktian ahli waris yang sah bisa dilakukan melalui verifikasi bukti-bukti dokumen kepemilikan lahan yang resmi.

“Di dalam putusan 218 menyatakan disitu dalam amarnya, bahwa ahli waris Candu bin Godo adalah penggarap, tapi kami tidak tahu penggarap dari mana, dan sah atau tidak garapannya. Objek tanahnya pun kami tidak tahu dimana letaknya. Karena ketentuan satu bidang tanah adalah persil,” paparnya.

“Jadi kalau pun pihak-pihak tersebut melakukan pemaksaan atau untuk mendapatkan hak atas dana konsinyasi di PN Bekasi, saya rasa sangat tidak mungkin untuk dipenuhi oleh kepala kantor ATR/BPN Kota Bekasi. Silahkan diteliti, silahkan diverifikasi,” tandasnya.

Kuasa hukum ahli waris Nyai Dewi binti Botak, Alfian Kristiyono menambahkan, usai hasil putusan MA inkrah, pihaknya langsung bersurat ke Menkopolhukam dan sudah mendapat jawaban.

“Kalau secara hukum sebenarnya tidak ada pihak lagi yang harus berperkara dengan kami karena sudah inkrah. Makanya kita audiensi ke Menkopolhukam dan direkomendasi ke stafsusnya waktu itu,” ujar dia.

Alfian menyebutkan kendala untuk pencairan dana konsinyasi saat ini hanya terletak di pihak BPN Kota Bekasi yang belum juga mengeluarkan surat rekomendasi.

“Bentuk kesulitan kami, kita sudah mengadu ke sana (Menkopolhukam). Menurut kami pihak Dewi secara hukum yang paling benar dan secara dokumen yang paling komplit,” pungkasnya.

(wks/saw/wks)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *