Venomena.id – Industri manufaktur Indonesia kini berada di persimpangan jalan. Tekanan global, ancaman PHK massal, hingga laju otomatisasi menjadi sorotan hangat dalam Seminar Industri Nasional, Industri Manufaktur Indonesia Terkini: Menavigasi Tantangan dan Peluang Berdasarkan Indeks PMI.
Bertempat di Hotel Travello, Grand Kota Bintang, Bekasi, Jumat (3/10) dihadiri akademisi, pengusaha, serikat pekerja, hingga pejabat kementerian.
Berbarengan dengan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) 2025 DPD FSP LEM SPSI Jawa Barat, seminar membedah tren terbaru Purchasing Managers’ Index (PMI) dan bagaimana sektor manufaktur mesti beradaptasi agar tetap tumbuh.
Produktivitas Jadi Kunci
Keynote speaker Prof. Yassierli, S.T., M.T., Ph.D. Menteri Tenaga Kerja menegaskan pentingnya kebijakan ketenagakerjaan yang adaptif.
“Persaingan tak hanya di dalam negeri, tapi juga global. Produktivitas harus ditingkatkan agar kita tetap bisa bertahan. Kebijakan ketenagakerjaan harus fleksibel, tapi tetap memberi perlindungan sosial yang kuat,” ujarnya.
Suara Akademisi dan Pengusaha
Dari sisi akademis, Dr. M. Rizal Taufikurahman (INDEF) menyoroti tren jangka panjang PMI serta urgensi riset teknologi. Ia menilai tenaga kerja masa depan harus dipersiapkan sejak dini lewat pendidikan dan pelatihan.
Sementara itu, Bob Azam, Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan DPN APINDO, menekankan strategi adaptasi pengusaha.
“Volatilitas pasar global dan domestik memaksa model bisnis industri berubah. Transformasi ini bukan pilihan, tapi keharusan,” katanya.
Suara Buruh: Lawan Gelombang Impor dan PHK
Nada tegas datang dari Moh. Jumhur Hidayat, Ketua Umum KSPSI. Ia mengingatkan bahaya membanjirnya barang impor.
“Kalau kita beli barang buatan sendiri, kita mendukung lapangan kerja di Indonesia. Tapi kalau impor, itu sama saja kita memberi makan pejabat yang pesta pora, bukan rakyat kita,” sindir Jumhur.
Ia juga menegaskan serikat pekerja harus menjadi garda depan dalam peningkatan produktivitas dan jaminan kepastian kerja.
Pemerintah Bicara Regulasi
Pihak pemerintah tak tinggal diam. Prof. Drs. Anwar Sanusi, MPA., Ph.D., Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan Kemenaker RI, menekankan strategi regulasi untuk mengurangi risiko PHK massal.
Sedangkan Eko S.A. Cahyanto, SH., LL.M, Sekjen Kementerian Perindustrian RI, menyoroti pentingnya kebijakan industri dan insentif fiskal. “Daya saing manufaktur harus diperkuat dengan dukungan regulatif dan kebijakan yang berpihak pada industri nasional,” tegasnya.
PMI, SDM, dan Masa Depan
Paparan data menunjukkan meski PMI kerap naik-turun, fundamental industri manufaktur Indonesia masih cukup solid. Namun, proyeksi pertumbuhan PDB manufaktur 4,5–5% ke depan amat bergantung pada stabilitas rantai pasok dan permintaan global.
Tantangan nyata juga hadir dari perubahan kebutuhan tenaga kerja. Survei APINDO mengungkap, dalam 20 tahun mendatang, lebih dari 50% keterampilan kerja di Indonesia akan usang jika tidak di-upskilling dan reskilling.
Rekomendasi: Ekosistem Ketenagakerjaan Terintegrasi
Para narasumber sepakat bahwa transformasi industri hanya bisa berhasil jika ekosistem ketenagakerjaan terintegrasi dengan pembangunan ekonomi. Itu meliputi:
– Pasar kerja transparan dan berbasis kebutuhan riil industri.
– Sistem pengupahan yang adil dan berbasis produktivitas.
– Skema pembiayaan untuk pelatihan keterampilan masa depan.
Seminar ini menegaskan kembali pentingnya hubungan tripartit pemerintah, pengusaha, dan pekerja dalam menjaga keberlanjutan manufaktur. Dari ruang seminar di Bekasi, satu pesan lantang menggema, Indonesia harus menantang tantangan, dan merebut peluang.