V Opini

Prabowo Penting Mengedepankan Kebutuhan Konstitusional Peran Wakil Presiden Teknokrat, Bukan Ban Serep

377
×

Prabowo Penting Mengedepankan Kebutuhan Konstitusional Peran Wakil Presiden Teknokrat, Bukan Ban Serep

Sebarkan artikel ini
Opini oleh : Fachri Bachmid, SH, MH Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar

Opini oleh :
Fachri Bachmid, SH, MH
Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar

 

Venomena.id – Prabowo Subianto belum juga mengumumkan nama bakal calon wakil presiden pendampingnya untuk Pilpres 2024. Padahal, pendaftaran pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) ke KPU tinggal sebentar lagi.

Seperti fenomena politik kontemporer dalam menentukan figur cawapres sebagai suatu paket jabatan publik yang determinan dalam konstelasi politik nasional.

Eksistensi presiden dan wakil presiden sebagai lembaga negara dalam sistem pemerintahan presidensial di indonesia mempunyai kedudukan, peran yang sangat vital dan strategis, desain sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasar UUD 1945 mengatur tentang kedudukan dan tugas presiden dan wakil presiden, pengaturan tersebut sebagaimana terdapat dalam ketentuan Pasal 4 Ayat (1) dan (2), Pasal 6 Ayat (2), Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9 UUD 1945.

Ketentuan norma Pasal 4
Ayat (1) UUD 1945 mengatur bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar, selanjutnya ketentuan Pasal 4 Ayat (2) UUD 1945 mengatur bahwa : “Dalam melakukan kewajibannya presiden dibantu oleh satu orang wakil presiden.

Bahwa sesuai kebutuhan konstitusional pengisian jabatan cawapres, maka cawapres tidak lagi hanya diidentikkan sebagai figur yang berfungsi untuk sekadar meningkatkan elektabilitas selama kegiatan pemilu berlangsung, tetapi konsep yang ideal adalah Capres yang berani mengembalikan serta mendudukkan pranata wakil presiden sesuai derajat konstitusionalnya pada saat semula ketika kelembagaan kepresidenan dibentuk berdasarkan UUD 1945, yang mana cara menentukan Cawapres yang sesuai dengan kebutuhan negara, dan tidak semata-mata ”ban serep ” karena tugas konstitusional negara ke depan akan semakin kompleks, lebih berat dan menantang, sehingga prinsip “meritokrasi” merupakan sebuah keniscayaan dalam memilih sosok Cawapres yang teknokratis, seorang intelektual, cendikiawan yang tentunya menguasai aspek ketatanegaraan serta kepemerintahan.

Baja juga:  Aliansi Militan Gibran Siap Menangkan Prabowo-Gibran Satu Putaran

Secara konvensional sebenarnya praktik pengisian jabatan wapres dengan konsep “meritokrasi” pernah terjadi dalam sejarah ketatanegaraan kita, sepertu Dwitunggal Soekarno-Hatta di mana Soekarno berperan sebagai “solidarity maker” di awal kemerdekaan dan Hatta berperan sebagai ”administrator” negara, prinsip meritokrasi dalam menentukan wakil presiden yaitu membuka kesempatan yang setara bagi bagi setiap figur potensial yang cakap dan teknokratis untuk menyelenggarakan pemerintahan republik secara benar untuk mencapai tujuan negara

Bahwa konstruksi pranata Kekuasaan pemerintahan negara oleh presiden diatur dan ditentukan dalam ketentuan Bab III UUD 1945 tersebut terkandung dalam 17 pasal yang diberi “titel” Pemerintahan Negara, yang di dalamnya mengatur berbagai soal dan lingkup mengenai presiden dan lembaga kepresidenan, termasuk struktur dan susunan kewenangan yang dimilikinya dalam memegang kekuasaan pemerintah negara.

Secara konstitusional Pasal 6A Ayat (1) mengatur “Presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”. Ketentuan mengenai satu pasangan ini menunjukan bahwa jabatan presiden dan wakil presiden itu adalah satu kesatuan pasangan presiden dan wakil presiden.

Keduanya adalah dwi tunggal atau satu kesatuan lembaga kepresidenan. tetapi secara doktriner, meskipun merupakan satu kesatuan institusi kepresidenan, keduanya adalah lingkungan jabatan konstitusional yang terpisah, sehingga dengan demikian meskipun di satu sisi keduanya merupakan satu kesatuan kelembagaan, akan tetapi disisi yang lain keduanya pada hakikatnya merupakan 2 (dua) organ negara yang berbeda satu sama lain, artinya dua organ konstitusional yang tak terpisahkan tetapi dapat dan harus dibedakan satu dengan lainnya.

Baja juga:  Ketum Forkabi Ucapkan Selamat Pada Prabowo Gibran, Ajak Rekonsiliasi dan Persatuan Nasional

Secara teoritik, tugas seorang wakil presiden memang sengaja tidak didesain sedemikian rupa dalam UUD NRI Tahun 1945, konstitusi menyebutkan tugas wakil presiden hanya membantu presiden.

Tugas membantu presiden yang dilakukan oleh seorang wakil presiden tentu saja berbeda dengan tugas yang dilaksanakan oleh para menteri yang menurut UUD 1945 adalah membantu presiden, secara konseptual tentunya bantuan wakil presiden kedudukan hukumnya lebih tinggi dan komprehensif dibanding dengan para menteri negara.

Berdasarkan kaidah konstitusional wakil presiden bertindak mewakili presiden dalam hal presiden berhalangan untuk melaksanakan suatu kewajiban hukum dalam format kegiatan tertentu atau melakukan sesuatu dalam lingkungan kewajiban konstitusional presiden.

Dalam hal presiden tidak dapat memenuhi kewajiban konstitusional karena sesuatu alasan yang dapat dibenarkan menurut hukum, bertindak sebagai pendamping presiden dalam melakukan kewajibannya ataupun dapat bertindak sebagai seorang pejabat publik.

Pentingnya mengisi posisi wakil presiden dan sejauh mungkin harus menghindarkan dari prinsip sekedar ban serep “spare tire” oleh karena secara fundamental eksistensi hukum peran wakil presiden, dapat berada pada beberapa kemungkinan dan keadaan secara ketatanegaraan terhadap presiden.

(rdk/rdk)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *