Venomena.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bekasi didesak untuk melakukan pemeriksaan anggaran dan perencanaan dana aspirasi atau program kerja (pokir) DPRD Kota Bekasi.
Hal ini diungkap oleh Ketua Koordinator Forum Komunikasi Intelektual Muda (Forkim) Bekasi, Mulyadi, saat memberikan keterangan pers pada awak media.
Mulyadi mengatakan, sesuai PP No 38 Tahun 2010 dan Peraturan Jaksa Agung Nomor Per-009/A/JA/01/2011, Kejari Kota Bekasi harus bisa memaksimalkan fungsi intelejen yustisial dengan mendorong kinerja asisten bidang intelijen, bidang pengawasan dan bidang pidana khusus.
“Jangan sampai publik Kota Bekasi menilai hukum hanya tajam ke bawah,” kata Mulyadi, Rabu (28/9/2022).
Pihaknya menduga adanya praktik korupsi bagi-bagi dana pokir. Hal ini berkaitan dengan adanya kegaduhan saat pembahasan RAPBD di DPRD Kota Bekasi Sabtu (24/9/2022).
Untuk itu, kata dia, kepala daerah harus memiliki alasan yang kuat dalam menyusun RAPBD agar dalam proses perencanaan dan penganggaran APBD dilaksanakan sesuai tahapan dan terbebas dari praktik korupsi.
“Kita berkeinginan percepatan peningkatan ekonomi, lebih percepatan menurunkan kemiskinan, lebih percepatan penurunan pengangguran, lebih percepatan menaikkan indeks pembangunan manusia, dan lebih menurunkan angka ketimpangan pembangunan,” paparnya.
“Patut diduga jika dalam proses penganggaran ada pemufakatan “jahat” yang didesain. Jadi, mudah bagi penegak hukum untuk melakukan penyelidikan, asal ada niat mengusut,” celetuknya.
Mulyadi menyebutkan, modus jatah pokir anggota dewan biasanya dikerjakan oleh rekanan yang sudah disiapkan. Nantinya anggota dewan mendapat jatah 15 persen dari setiap pekerjaan.
Dalam APBD setiap tahun, lanjutnya, terdapat pos anggaran pokir yang merupakan implementasi hasil dari reses anggota dewan Kota Bekasi. Untuk periode sekarang ada ratusan miliar lebih anggaran pokir yang diimplementasikan melalui program kegiatan pembangunan dan hibah. Ini sangat mudah bagi penegak hukum untuk membongkar relasi korupsi dan nepotisme.
“Para pejabat yang menduduki jabatan membuktikan, bahwa pengaruh kuat nepotisme terhadap korupsi di DPRD Kota Bekasi dalam menanganinya,” cetusnya.
Menurutnya, pokir anggota dewan merupakan aspirasi masyarakat yang dititipkan untuk diperjuangkan di pembahasan RAPBD. Namun dalam pelaksanaannya, dana pokir justru terbilang rawan penyalahgunaan.
“Dana pokir ini diibaratkan “bagi-bagi kue” antara eksekutif maupun legislatif. Seperti diketahui, anggaran yang setiap tahun “lenggang kangkung” ini jumlahnya cukup besar. Tak heran jika dalam realisasinya kerap menjadi rebutan,” tandas Mulyadi.